Minggu, 15 April 2012

Dasar Metafisika dalam Kependidikan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Belajar merupakan suatu aktivitas yang melibatkan indera, akal, dan qalbu menuju perubahan secara terencana, agar tahu, mau, dan mampu hidup pada masanya. Belajar Dasar-dasar Metafisika turut mengarahkan manusia untuk berupaya mengerti lebih dalam keberadaannya, sehinga berpikir matefisis sebagai pengaruh dari belajar dasar-dasar metafisika tersebut dapat meredam hedonisme dan materialisme. Hal ini selaras dengan karakteristik metafisika yang menekankan kepada pengetahuan akal budi, di mana isi dari pengetahuan akal budi itu lebih pasti ketimbang dengan pengetahuan inderawi yang senantiasa dalam perubahan, yang justru metafisika bila dipelajari mendorong orang untuk mempergunakan akal budi dalam proses mencapai realitas ruhaniah sebagai realitas mutlak sang pengatur seluruh alam, dan memang realitas mutlak ini dapat digapai oleh akal budi, sehingga memposisikan realitas material tidak penting manakala menghambatnya. Namun watak metafisika mengakui mengenai tetapnya ada perubahan antara rohani dan jasmani.   
           
1.2           Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pengertian Ontologi dan Metafisika?
1.2.2 Apa yang dimaksud Kosmologi?
1.2.3 Apa yang dimaksud Asas Ontologis Potensi dan Martabat Manusia?
1.2.4 Apa yang dimaksud Asas Ontologis Kependidikan dan Kebudayaan?

1.3            Manfaat dan Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar Ontologi dan Metafisika
1.3.2 Untuk mengetahui konsep dasar Kosmologi
1.3.3 Untuk mengetahui konsep dasar Asas Ontologis Potensi dan Martabat Manusia
1.3.4 Untuk mengetahui konsep dasar Asas Ontologis Kependidikan dan Kebudayaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Bidang Ontologi ( Metafisika )
Bidang  filsafat yang menyelidiki makna ada ( eksistensi, existence ) sesungguhnya merupakan dasar atau landasan bagi semua bidang penyeledikikannya; karena sesuatu yang akan diselidiki secara a priori sewajarnya, ada lebih dulu, baru manusia akan mengerti adanya, berminat atau tidak untuk memberikan perhatian dan apesiasi menurut kodrat ( sesuatu ) yang ada itu. Jadi, bidang ontologi adalah penyelidikan mendasar dan merupakan modal dasar dan atau prasyarat untuk penyelidikan.
Meskipun demikian, pengertian dan makna ada bukanlah secara a priori pula bersifat ada dengan wujud fisika; karena ada juga sesuatu yang non-fisika ( non-material, abstrak dan atau konsepsional;  spiritual, kejiwaan, kerokhanian ). Sesuatu yang non fisika atu non material, umunya disebut:  metafisika. Demikianlah makna ontologi mencakup wilayah dan substansi yang mendasar, konprehensif dan metafisik.
Dalam uraian tentang definisi filsafat dijelaskan bahwa obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan atau sistematika filsafat yang pertama adalah ontologi.
Ontologi kadang disamakan dengan metafisika, dan metafisika ini disebut juga sebagai proto-filosofis atau filsafat pertama. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsur (monisme); atau dua unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (plularisme).
Pertayaan metafisika atau ontologis , yakni keseluruhan sifatnya adalah eksistensinya, wujud atau adanya sesuatu adalah primer; sedangkan sifat yang lain, seperti ukurannya, bentuknya, warnanya, beratnya dan sebagainya adalah sekunder.suatu realita itu adalah fundamental atau essensial. Sedanagkan sifat-sifat lain adalah suatu yang accidental. Ontologi atau metafisika terutama bertolak atas penyelidikannya tentang hakikat ada (existence, deing).
Secara garis besar ontologi membedakan ada itu antara: ada mutlak, ada terbatas, ada umum, dan ada khusus. Brameld menjelaskan bagaimana interpertasi tentang suatu realita itu dapat bervariasi, misalnya, sesungguhnya hakikat lantai dalam ruangan belajar kita.
2
“This is the task of ontology: to determine what is real about any and all aspects of the world”.(Brameld 1955: 28). Kewajiban pendidikan melalui latar belakang ontologis ini ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis.

        Metafisika diartikan dengan beberapa pengertian.
a.       Kadang-kadang metafisika diartikan dengan ontologi itu sendiri.
b.      Secara etimologis metafisika berarti dibalik atau di belakang fisika ( meta=di belakang ). Istilah ini terjadi secara kebetulan. Waktu para ahli menyusun untuk membukukan karya Aristoteles, mereka menempatkan bab tentang filsafat sesudah bab tentang fisika. Tetapi penamaan metafisika itu bukanlah karena pembahasan bab tersebut sesudah uraian tentang fisika ( ilmu alam ) saja. Melainkan memang hakikatnya yang diselidiki oleh metafisika ialah hakikat realita, menjangkau sesuatu di balik realita. Artinya, berbeda dengan cara mengerti realita dalam arti pengalaman sehari-hari. Sebab, metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
Metafisika ingin mengerti suatu “otherworld’, sedangkan pengetahuan biasa ingin mengerti suatu “this wordly”. Metafisika juga mengandung pengertian menyelidiki hakikat realita dalam arti realita, fakta, materi yang konkret. Metafisika ingin mengerti segala realita baik fisis, spiritual, maupun yang berubah-ubah atau tetap, dan yang di balik realita.

2.2Kosmologi
Kosmologi memusatkan perhatiannya kepada kosmos, yakni keseluruhan sistem semesta raya. Kosmologi meliputi baik realita yang khusus maupun umum, yang universal. Jadi kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisis yang material. Walaupun kosmologi tak mungkin merangkul alam semesta dalam arti menghayati secara indera, tetapi kosmologi menghayati realita semesta secara intelektual. 
  
Implikasi pandangan ontologi di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari. Melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisis, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah ( dinamis ). Juga hukum dan sistem kesemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni dalam alam semesta, termasuk hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia
Definisi ontologi menurut Runes : Ontology: ( Gr. On, being + logos, logic).
3
The theory of being qua being. For Aristoteles, the First Philosopgy, the science of the essence of things......syn with metaphysics ( Runes 1963: 219 ).
            Ilmu filsafat menjangkau semua (segala sesuatu) yang ada dan mungkin ada; yang fisika dan metafisika; juga yang natural maupun supnatural. Artinya, pemikiran filsafat memikirkan dan menjawab rahasia atau misteri dalam kemestaan; mulai alam semesta (diluar diri manusia), maupun renungan tentang kejadian atau sumber alam semesta; termasuk misteri diri pribadi manusia. Filsafat juga menjangkau Maha Pencipta sebagai Yang Maha Berdaulat dengan kodrat penciptaannya; artinya manusia berusaha memahami untuk apa alam semesta diciptakan, terutama untuk apa manusia diciptakaan. Artinya, ajaran filsafat mengupayakan klarifikasi apa misi yang diamanatkan dalam penciptaan manusia sebagai makhluk yang terunggul yang mengundang pemikiran atas kandungan misteri yang dipancarkan oleh martabat kepribadian manusia.
            Secara smantika suatu yang dibalik alam (fisika) ialah yang diistilakan dengan meta (di balik,di belakang) fisika; atau suatu realita maupun fenomena alam (natural) terkandung suatu unsur atau aspek non-fisika (non-natural). Istila filsafat untuk menyatakan adanya suatu di balik alam semesta, dinamakan metafisika. Misalanya, manusia percaya bahwa hidup pribadinya adalah wujud integritas jasmaniah rohaniah yang sehat dan berkembang.
            Manusia menyaksikan dan membuktikan wujud dan integritas demikian dalam “pengetahuan dan pengalaman” melalui adanya fenomena kematian manusia! Ketika manusia hidup, meskipun dalam kesederhanaan (mungkin kemiskinan) manusia itu akan tetap aktif, mandiri, hangat... dan tidak akan membusuk. Fenomena demikian, menjadi bukti sebagai data empiris dan rasional, bahwa ada perbedaan mendasar antara manusia hidup dengan manusia mati. Artinya, secara deduktif maupun induktif kita percaya ada sesuatu potensi yang menjamin atau menyebabkan adanya kemampuan manusia untuk bertahan aktif-mandiri-hangat.
            Filsafat realisme apalagi idealisme (dan spiritualisme) percaya adanya potensi kerohanian yang mendukung integritas potensi jasmaniah manusia. Jadi, hidup manusia adalah integritas atau kesatuan fungsional antara potensi kerohanian dan kejasmanian. Kepribadian manusia secara mendasar dan essensial merupakan perwujudan (baca: pancaran) kerohanian manusia. Wujud kualitatif kerohanian ini dapat dikatagorikan sebagai aspek metafisika manusia.
            Filsafat yang mengandung trimarta atau tridharma (pengkajian) yang dikembangkan dan dibudayakan sebagai kesatuan fungsional dan sinergis. Artinya, setiap realitas atau fenomena akan senantiasa mengandung nilai ontologis-aksiologis secara kodrati dan apriori.
4
Secara kategoris integritas komponen yang dimaksud relatif gradual. Artinya, katagoris yang dikndungnya secara intrinsik kuantitatif-kualitatif gradual. Misalnya, adanya benda materi tetap mengandung ontologi; meskipun nilai aksiologisnya relatif amat terbatas.
                        
2.3Asas Ontologi Potensi dan Martabat Manusia
Sesungguhnya makna dan asas ontologi berlaku mutlak (a priori) dan universal bagi segala sesuatu yang  ada, dan yang mungkin ada. Artinya, baik ada fisika (realitas, material),maupun ada metafisika (spiritual, non-material, immaterial) misal: jiwa, rokh atau kerokhanian.
Diskripsi ringkas langkah pemikiran di atas, sesungguhnya merupakan bagian daripada klarifikasi asa onotologis potensi dan martabat manusia. Anlisis demikian akan terus berlanjut dengan berbagai masalah atau pertanyaan mendasar; separti:
1.      Mengapa manusia memikirkan (merenungi) kehadirannya (penciptaannya).
2.      Untuk apa manusia merenungi dan memerlukan jawab atas kehadirannya.
3.      Siapa, tokoh apa yang mampu menciptakan manusia dan alam semesta; dan apakah tokoh ini yang secara konvensional diakui sebagai Tuhan Maha Pencipta.
4.      Mengapa dan untuk apa Maha Pencipta menciptakan umat manusia (apa visi-misi penciptaan manusia)
5.      Apakah potensi martabat kepribadian manusia: jasmani yang unggul (tampan, cantik, kuat) ataukah sinergi dan integral dengan potensi rokhani yang memanvarkan keunggulan kerokhanian: indera, pikir, rasa, karsa, cipta, dan akal budi nurani.
6.      Bagaimana potensi kerokhanian: cinta dan kebajikan sebagai martabat moral manusia yang oleh nilai-nilai peradaban diakui sebagai nilai suprasional dan supranatural.
7.      Bagaimana pula kehidupan manusia setelah meninggalkan alam dunia (natural), adakah kehodupan kerokhanian terlepas dari jasmaniah dalam pascadunia; ang dipercaya sebagai alam keabadian.

Pemahaman dan pembahasan asas ontologis manusia senantiasa amat fundamental, komprehensif dan dinamis. Artinya, selama potensi pikir dan kerokhanian manusia berkembang, maka jangkauan atas nilai ontologis akan terus makin komprehensif.



5
Tegasnya, penciptaan atau kehadiran manusia di alam semesta bukanlah suatu fenomena atau realita kebetulan; melainkan tercipta berdasarkan visi-misi universal yang vundamental, yang hanya dihayati melalui kepercayaan religious. Pandangan ajaran filsafat hukm alam itu berkembang di barat yang melahirkan paham liberalisme-kapitalsme dan invidualisme sehingga memuja manusia dengan hak asasinya semata-mata.
Berdasarkan asas dan wawasan filsafat theisme religious ini maka secara fundamental pula diakui (dan diyakini) bahwa visi misi penciptaan manusia adalah sebgai berikut :
1.      Penciptaan berdasarkan kodrat dan kedaulatan Maha pencipta, dengan memberikan karunia (=anugrah) kepada subyek manusia sebagai makhluk unggul dan mulia dengan hak hidup, kemerdekaan (kemandirian untuk berkembang dan bertanggung jawab), dan hak milik (demi hidup dan kesejahteraannhya).
2.      Anugerah di maksud sekaligus secara intrinsik dan etis mengandung makna amanat yang wajib dinikmati, dan disyukuri(perhatikan : hidup manusia diamanatkan untuk dipelihara supaya sehat, agar dapat berkarya, bila sakit wajib berusaha untuk sehat, mutlak dilarang untuk tidak merawat dirinya, apalagi putus asa, bunuh diri) maknanya, adalah bahwa hidup (bagian dari HAM) bukanlah milik mutlak pribadi manusia; melainkan anugerah dan amanat yang dipercayakan dengan mandat kemandirian untuk kemudian dipertanggung jawabkan kehadapan Maha pencipta. Asa demikian inilah yang dimaksud dengan asas keseimbangan antara HAM  dengan kewajiban asasi manusia (KAM) sabagai essensi moralitas manusia. Secara rasional dan axiologis, asas demikian tersirat dalam makna dan nilai adanya anugerah adalah sebuah penghargaan dan kehormatan asas martabat  (kepribadian) manusia. Keunggulan kepribadian ini akan dibuktikan bilamana manusia itu mampu menunaikan kewajiban asas manusia (KAM). Jadi, asas keseimbangan HAM dan KAM adalah asas moralitas kepribadian manusia.
Penghayatan demikian bersumber dari wawasan religious, istimewa penganut agama islam yang percaya atas petunjuk (hidayah) maha pencipta, antara lain:
1.      Manusia sebagai khalifah di bumi: “sesungguhnya aku akan menciptakan manusia sebagai khalifah (pemimpin, pengelolah) di bumi.” (Al-Quran 2:30)


6
2.      Manusia mengerti visi – misi (amanat) yang dipercayakan kepadanya juga melalui firman Allah: “dan aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah dan mengabdi kepada-Ku.”(Al-Quran 1:5; dan 51:56).
3.      Katagori dan derajat manusia termulia juga melalui berita kitab suci, al:” manusia termulia ialah pribadi takwa.”(Al-Quran 49:13).
4.      Allah juga menjanjikan kebahagiaan bagi mereka yang berkepribadian luhur dan mulia sebagai dilukiskan:”manusia akan bahagia dalam alam keabadian berkat kemuliaan moral dan martabatnya sebagai dijanjikan Maha Pencipta.”(Al-Quran 3:198)

2.4Asas Ontologis Kependidikan dan Kebudayaan
Asas ontologis kependidikan dan kebudayaan sesungguhnya terpadu, dalam makna bahwa kependidikan adalah upaya melembaga ( dalam keluarga, masyarakat dean negara ) manusia untuk mengembangkan kepribadian manusia. Kepribadian sebagai fungsi ( hidup ) manusia mengembangkan kepribadiannya secara intrinsik dan substantif berwujud nilai-nilai ( yang berkembang dalam kehidupan berupa: ipteks, kebudayaan, perdaban ). Jadi pendidikan sebagai fungsi kehidupan manusia berisi nilai kebudayaan. Dengan perkataan lain, nilai kebudayaan dan peradaban dikembangkan, diwariskan dan dilestarikan melalui proses kependidikan.
Asas ontologis kependidikan meliputi:
1.      Makna dan nilai hakiki kependidikan ialah adanya isi dan watak proses teleologis dalam kehidupan manusia: dari anak remaja, dewasa, mandiri, berkembang (berketurunan, berkarya)
2.      Kepercayaan manusia akan adanya potensi kepribadian manusia yang berwujud rokhani (jiwa, roh) yang memberi hidup dan dinamika, kreativitas, cita-karsa, cinta dan budinurani terpancar sebagai karakter, kepribadian manusia.
3.      Ontologis kependidikan bermakna juga bahwa eksistensi manusia sebagai mikrokosmos secara kodrati adalah bagian integral dari eksistensi dalam semesta (ALH-SDA) yang menjamin semua prasyarat hidup dan kebutuhan hidup: cahaya, udara, air, tambang, flora dan fauna yang dalam perkembagan cipta-karya menjadi budaya dan peradaban manusia. ALH-SDA dan budaya/peradaban menjadi nilai dan isi kependidikan.
4.      Kepercayaaan dan realitas bahwa hidup manusia (=eksistensi, eksistensial) dalam integritas jasmani-rokhani, sebagai pribadi, individu dan subyek mandiri: sebagai subyek hukum, subyek budaya, subyek moral. Dihadapan antar sesama manusia, alam semesta, budaya dan peradaban; berpuncak dengan dihadapan Maha Pencipta.
7
 Kesadaran kemandirian manusia sebagai subyek 1-2-3, maka manusia berkebudayaan sebagai makhluk unggul dan mulia (bila ia mampu menunaikan amanat martabat kemanusiaannya) sebagai subyek hukum, subyek budaya, dan subyek moral.
5.      Ontologis manusia yang hakiki ialah potensi kerokhanian dan martabat manusia sebagai subyek budaya dan subyek moral yang menjiwai amal-bakti, cinta dan kebajikan manusia. Motivasi hidup dan pengabdian manusia terutama demi menunaikan amanat (martabat) kemanusiaannya ke hadapan Maha Pencipta. Asas moralitas ini menjadi visi-misi kependidikan yang mendasar dan universal.   













8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.      Makna dan nilai ontologis (metafisika) dan besifat universal. Artinya, nilai ontologis secara kodrati senantiasa menjadi bagian integral, bahkan prasyarat adanya  asasi dan primer; sedangkan bagaimana sifat atau karakter dan bentuk “hanyalah” atribut pelengkap.
2.      Nilai ontologis senantiasa meliputi segala sesuatu  yang ada (fisika dan metafisika); baik umum, universal maupun khusus; baik plural maupun singular (tunggal). Jadi, ontologis adalah sifat asasi yang mutlak bagi segala sesuatu; termasuk: alam semesta, manusia dan nilai-nilai (budaya, iptek, filsafat, perasaban; bahkan agama).
3.      Kependidikan baik segala ilmu normatif maupun kelembagaan dan fungsi praktis senantiasa memancarkan nilai-nilai yang amat komprehensif, umum. Unuversal; termasuk nasional, khusus maupun personal. Karenanya, kependidikan mengandung nila dan dilandasi asas-asas ontologi terutama kejiwaan, atau kepribadian manusia anak didik khususnya.
4.      Kependidikan dan kebudayaan adalah integritas nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Artinya, nilai kebudayaan dan peradaban diwariskan, dikembangkan dan dibudayakan melalui proses pendidikan (=transfer of values) bagi generasi muda, sebagai manusia sebagai generasi penerus. Jadi, kependidikan adalah fungsi kebudayaan. Artinya, tidak mungkin ada (ontologis) dan berkembang, serta dipraktekkanya nilai kebudayaan tanpa kependidikan,tanpa kebudayaan.
5.      Makna dan nilai ontologis dalam kependidikan secara normatif maupun fungsional adalah bagian integral dari keberadaan manusia sebagai subyek budaya, dan subyek moral. Tegasnya, keberadaan (ontologis) manusia berkembang melalui fungsi (ontologis-empistemologis-aksiologis) kependidikan dan kebudayaan. Jadi, potensi dan perkembangan martabat kepribadian manusia secara kodrati adalah bagian integral dan fungsional asas ontologis, epistemologis dan aksiologis seutuhnya; termasuk fungsi kependidikan dan kebudayaan.
3.2 Saran
      Bila manusia adalah makhluk berakal. Ia dengan akalnya memungkinkan untuk dapat berpikir. Inti berpikir dilihat dari posisi akal berdampingan dengan wahyu, adalah berfilsafat.
9
Sedangkan berfilsafat intinya bermetafisika, bahkan metafisika adalah filsafat itu sendiri, yakni bermetafisis berpikir itu sendiri. Maka manusia adalah makhluk yang bermetafisika. Dari pernyataan tersebut juga mendasari bahwa manusia harus dan dapat belajar, di mana belajar itu proses penyelenggaraan perubahan, pengugahan, dan penggubahan diri secara terencana ke arah yang terbaik. Lompatan ini bersifat metafisis mengingat gerakan dalam perubahan itu ada semacam aktualisasi petensia menuju ke arah format atau bentuk diri yang terbaik, yang justru bentuk diri terbaik berada di balik proses aktualisasi diri yang tampil fisikis itu. karena itu ada keselarasan antara belajar dengan dasar-dasar metafisika yang harus dan dapat dipelajari itu; dengan demikian juga bahwa belajar dasar-dasar metafisika menjadi suatu kesemestian, yang manakala mengabaikannya sama dengan mengabaikan diri sebagai manusia yang merupakan manusia karena bermetafisik tadi.

           


         
         









10
DAFTAR RUJUKAN

Hanurawan Fattah, Ahmad Samawi dan Mohammad Noor Syam.(2006).Filsafat Pendidikan, Malang: Penerbit Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
sahabatilmucenter.wordpress.com/landasan-pendidikanfilsafat-ilmu
stitattaqwa.blogspot.com/2011/11/belajar-dasar-dasar-metafisika.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar